Dari Jajanan Pinggir Jalan Hingga Ikon Budaya Takoyaki
Takoyaki, bola gurih berisi gurita yang penyajiannya dalam keadaan panas-panas dengan taburan saus kecap, mayonnaise, dan serpihan nori, telah menjadi simbol kuliner Jepang yang mendunia. Tapi tahukah Anda bahwa di balik kelezatannya, sejarah takoyaki di Jepang menyimpan kisah inovasi, ketahanan, dan kecerdikan masyarakat Osaka? Tradisi Kuliner ingin mengajak anda untuk menelusuri perjalanan takoyaki dari masa ke masa, mulai dari cikal bakalnya di era 1930-an hingga menjadi hidangan yang mendominasi festival-festival di seluruh negeri.
Asal Usul Takoyaki: Lahir dari Kreativitas dan Keterbatasan

Takoyaki tidak muncul begitu saja. Kisahnya bermula di Osaka, kota yang terkenal sebagai “dapur dunia” karena kekayaan kulinernya. Pada awal abad ke-20, Osaka sedang gencar membangun identitas sebagai pusat perdagangan dan budaya. Di tengah hiruk-pikuk itu, munculah ide untuk menciptakan jajanan yang praktis, murah, dan mengenyangkan.
Inspirasi dari Akashiyaki
Sebelum takoyaki populer, masyarakat Kansai (wilayah barat Jepang) sudah mengenal akashiyaki, camilan berbahan dasar tepung dengan isi gurita yang berasal dari kota Akashi. Bedanya, akashiyaki memiliki tekstur lebih lembut karena menggunakan lebih banyak telur dan dimakan dengan kuah dashi. Pedagang di Osaka melihat potensi dari camilan ini, lalu memodifikasinya agar lebih mudah dijual di jalanan.
Endo Tomekichi: Bapak Takoyaki Modern
Tokoh kunci dalam sejarah takoyaki di Jepang adalah Endo Tomekichi, seorang pedagang makanan di Osaka. Pada 1935, ia bereksperimen dengan adonan tepung yang dicetak bulat menggunakan wajan besi bergores. Alih-alih menggunakan kuah seperti akashiyaki, Endo menyajikan bola gurita ini dengan saus kecap manis dan bumbu khas. Hasilnya? Takoyaki versinya lebih renyah di luar, lembut di dalam, dan mudah dimakan sambil berdiri. Nama “takoyaki” sendiri berasal dari kata tako (gurita) dan yaki (panggang).
Takoyaki di Masa Perang: Bertahan di Tengah Kesulitan
Perang Dunia II membawa dampak besar bagi Jepang, termasuk kelangkaan bahan pangan. Namun, takoyaki justru bertahan karena bahan dasarnya relatif mudah didapat. Gurita, yang melimpah di perairan Jepang, menjadi sumber protein terjangkau. Tepung dan air menjadi basis adonan, sementara saus dan topping diadaptasi sesuai ketersediaan. Di masa sulit ini, takoyaki bukan sekadar camilan, melainkan simbol ketahanan rakyat kecil.
Era 1950-1960: Takoyaki Menjadi Fenomena Nasional
Pascaperang, takoyaki mulai menyebar ke luar Osaka. Faktor utamanya adalah migrasi penduduk dan perkembangan alat masak. Wajan takoyaki (takoyaki-ki) yang awalnya hanya terbuat dari besi cor, mulai diproduksi massal dengan harga terjangkau. Pedagang kaki lima pun bisa menjualnya di festival, pasar malam, atau stasiun kereta.
Peran Media dan Budaya Pop
Pada 1960-an, takoyaki semakin populer berkat munculnya televisi. Acara masak dan drama sering menampilkan takoyaki sebagai hidangan khas Osaka. Salah satu momen penting adalah ketika takoyaki muncul di anime Doraemon sebagai makanan favorit Nobita. Perlahan, citra takoyaki berubah dari jajanan pinggir jalan menjadi bagian dari identitas budaya Jepang.
Takoyaki di Era Modern: Inovasi Tanpa Henti
Jika dulu takoyaki hanya diisi gurita dan bumbu sederhana, kini variasi isiannya tak terhitung. Dari keju mozzarella, sosis, hingga cokelat, kreativitas masyarakat Jepang dalam memodifikasi takoyaki tidak pernah berhenti.
Takoyaki Premium dan Restoran Khusus
Di Tokyo dan Osaka, muncul restoran khusus takoyaki yang menawarkan versi premium. Misalnya, Takoyaki Juhachiban di Osaka menyajikan takoyaki dengan gurita segar dari Laut Dalam Jepang dan saus buatan sendiri yang diracik selama 3 hari. Ada juga takoyaki vegan yang menggunakan jamur sebagai pengganti gurita, menyesuaikan tren kesehatan masa kini.
Takoyaki dalam Festival Matsuri
Takoyaki hampir tak pernah absen di festival matsuri. Pedagang menggunakan gerobak portabel (yatai) untuk menggoreng takoyaki langsung di depan pengunjung. Proses memasaknya yang teatral—memutar-mutar adonan dengan tusuk kayu—menjadi hiburan tersendiri. Di Festival Tenjin Matsuri (Osaka), takoyaki bahkan dijual hingga larut malam, dinikmati sambil menonton kembang api.
Takoyaki vs Okonomiyaki: Persaingan Saudara di Kansai
Orang sering membandingkan takoyaki dengan okonomiyaki (martabak Jepang). Keduanya memang berasal dari Osaka dan menggunakan bahan sejenis, tetapi takoyaki unggul dalam hal kepraktisan. Okonomiyaki membutuhkan waktu lebih lama untuk dimasak, sementara takoyaki bisa disajikan dalam 5 menit. Perbedaan ini membuat takoyaki lebih cocok untuk gaya hidup urban yang serba cepat.
Takoyaki Mendunia: Dari Osaka ke Global
Sejak 1990-an, takoyaki mulai terkenal di luar Jepang. Restoran Jepang di AS, Eropa, dan Asia menyajikannya sebagai hidangan pembuka. Di Indonesia, takoyaki sering kita temui di mal-mal besar dengan harga terjangkau. Bahkan, di Brasil—negara dengan komunitas Jepang terbesar di luar Asia—takoyaki dijual dengan sentuhan lokal, seperti tambahan catupiry (keju krim Brasil).
Resep Tradisional vs Modern: Mana yang Lebih Autentik?
Resep takoyaki klasik hanya menggunakan:
- Adonan (tepung, telur, dashi, air)
- Potongan gurita
- Tenkasu (remahan tempura)
- Acar jahe merah (beni shoga)
- Daun bawang
Namun, generasi muda Jepang kerap menambahkan bahan seperti keju, jagung, atau bahkan foie gras. Bagi puritan, ini dianggap merusak keaslian. Tapi bagi penggemar kuliner, inovasi adalah cara menjaga takoyaki tetap relevan.
Mitos dan Fakta Seputar Takoyaki
- Mitos: Pencipta Takoyaki adalahseorang samurai.
Fakta: Takoyaki adalah produk era modern, lahir dari tangan pedagang biasa. - Mitos: Semua takoyaki harus berisi gurita.
Fakta: Di beberapa daerah, banyak yang mengganti gurita dengan udang atau daging karena alasan harga. - Mitos: Takoyaki hanya enak ketika anda nikmati di Osaka.
Fakta: Meski Osaka tetap jadi “ibu kota takoyaki”, kota seperti Hiroshima dan Fukuoka juga punya varian lezat.
Cara Membuat Takoyaki ala Rumahan: Tips dari Chef Osaka
- Gunakan dashi (kaldu ikan) berkualitas untuk adonan.
- Panaskan wajan takoyaki hingga benar-benar panas sebelum menuang adonan.
- Isi setiap lubang hanya 80% penuh agar mudah proses membaliknya.
- Gunakan tusuk bambu untuk memutar takoyaki perlahan, membentuk bulatan sempurna.
- Sajikan segera dengan saus, mayonnaise, nori, dan serpihan bonito.
Takoyaki dalam Seni dan Sastra Jepang
Takoyaki tidak hanya hadir di piring, tetapi juga di karya seni. Novel Kitchen karya Banana Yoshimoto menyebut takoyaki sebagai simbol kenyamanan rumah. Sementara itu, seniman jalanan di Osaka sering menggambar mural takoyaki sebagai bentuk kebanggaan lokal. Bahkan, ada lagu anak-anak berjudul Takoyaki no Uta yang guru ajarkan di sekolah dasar.
Penutup: Melihat Lebih Dekat Sejarah Takoyaki di Jepang sebagai Cerminan Identitas Bangsa
Dari jajanan pinggir jalan hingga ikon global, sejarah takoyaki di Jepang mencerminkan semangat inovasi dan adaptasi masyarakatnya. Setiap gigitan takoyaki tidak hanya membawa cita rasa gurih-manis, tetapi juga cerita tentang Osaka yang pantang menyerah, kreativitas di tengah keterbatasan, dan kecintaan pada hal-hal sederhana. Jadi, lain kali Anda menikmati takoyaki, ingatlah bahwa di balik bulatannya yang sempurna, tersimpan warisan budaya yang telah bertahan hampir seabad.