Menyelami Keunikan Rasa dan Tradisi
5 Kuliner Darah yang Populer di Indonesia menjadi bukti bahwa kuliner Nusantara tak pernah berhenti memukau. Dari Sabang hingga Merauke, darah—bahan yang sering dianggap tabu di beberapa budaya—justru diolah menjadi hidangan lezat penuh makna. Mari kita telusuri bersama Tradisi Kuliner, keunikan sajian ini dari cita rasa hingga kisah budaya yang menyertainya.
Darah dalam Kuliner Nusantara: Bukan Sekadar Sisa
Sebelum menyelami daftar hidangannya, penting untuk memahami mengapa darah menjadi bagian tak terpisahkan dari beberapa tradisi masakan Indonesia. Di banyak daerah, banyak yang menganggap darah hewan ternak seperti sapi, ayam, atau babi sebagai sumber protein yang murah dan mudah dalam proses pengolahannya. Namun, lebih dari itu, penggunaannya sering kali terkait dengan ritual adat atau filosofi “tidak ada yang terbuang” dalam mengolah hewan.

Sejarah Singkat Penggunaan Darah dalam Masakan
Sejak zaman nenek moyang, darah telah menjadi bagian dari upacara atau hidangan khusus. Misalnya, suku Batak menggunakan darah sebagai simbol persatuan dalam acara adat, sementara masyarakat Bali mengolahnya menjadi lawar sebagai persembahan. Praktik ini tak hanya tentang rasa, tapi juga penghormatan terhadap alam dan hewan yang kita konsumsi.
5 Kuliner Darah yang Populer di Indonesia
1. Saksang (Sumatra Utara): Keberanian dalam Sepiring Hidang
Saksang adalah hidangan khas Batak yang menggugah selera. Daging babi atau anjing (pada beberapa versi) dimasak dengan bumbu rempah kental dan darah segar sebagai pengental kuah. Proses memasaknya unik: darah menjadi campuran di akhir proses agar tidak menggumpal, menghasilkan tekstur saus yang kental dan berwarna coklat gelap.
Bagi masyarakat Batak, saksang bukan sekadar makanan—ia adalah simbol keberanian dan kemewahan, sering disajikan dalam acara adat seperti pernikahan atau kematian. “Martarombo do hamu na humokkop!” (Bersatulah kalian yang berkumpul!)—semboyan yang sering terdengar saat saksang dihidangkan.
2. Lawar Merah (Bali): Persembahan yang Menyatu dengan Alam
Lawar merah Bali adalah perpaduan sempurna antara kelapa, bumbu base genep, dan darah segar babi atau ayam. Warna merahnya yang kontras berasal dari campuran darah yang diaduk secara manual hingga merata. Hidangan ini biasanya disajikan saat upacara ngaben atau odalan sebagai bentuk persembahan.
Menurut I Made Subagia, seorang juru masak tradisional Bali, kunci lawar merah ada pada teknik mengaduk darah. “Darah harus diambil saat hewan masih hidup, lalu diaduk cepat agar tidak beku. Ini membutuhkan keahlian khusus,” ujarnya. Tak heran, lawar merah sering disebut sebagai “seni yang bisa dimakan”.
3. Marus (Kalimantan): Simfoni Rasa dari Pedalaman
Suku Dayak di Kalimantan memiliki marus, hidangan dari daging babi hutan yang proses memasaknya dengan darah dan rempah hutan seperti daun uwei dan lengkuas merah. Darah berfungsi sebagai pengental sekaligus pemberi rasa gurih alami. Proses memasak Marus biasanya dalam bambu dan penyajiannya hadir saat panen raya atau penyambutan tamu.
Yang menarik, banyak yang sering mengaitkan marus dengan mitos “kekuatan hutan”. Bagi masyarakat Dayak, memakan marus dipercaya memberikan keberanian dan energi dari roh leluhur. “Ini bukan makanan biasa, ini semangat nenek moyang,” tutur Markus, seorang tetua adat Dayak Ngaju.
4. Tutuhakan (Sulawesi Utara): Darah yang Menjadi Saus
Tutuhakan khas Minahasa adalah bukti bahwa darah bisa menjadi saus yang memikat. Darah babi atau sapi bercampur dengan cuka, cabai rawit, dan rempah, lalu masak hingga mengental. Hasilnya? Saus hitam pekat yang kemudian jadi siraman di atas daging bakar atau nasi panas.
Bagi orang Minahasa, tutuhakan adalah comfort food. “Rasa asam pedasnya langsung bikin melek!” kata Denny, seorang pemilik warung di Tomohon. Uniknya, tutuhakan juga sering juga berpadu dengan rica-rica atau dabu-dabu, menciptakan ledakan rasa yang sulit terlupakan.
5. Senggol (Jawa Tengah): Street Food Berdarah yang Mendunia
Senggol—hidangan khas Wonogiri—adalah contoh kreativitas kuliner jalanan. Rebus potongan daging sapi atau kerbau dengan darah sapi yang memberikan kuah kental berwarna coklat. Penyajiannya biasanya dengan nasi hangat dan sambal lombok hijau, penjual senggol sering ada di pinggir jalan dengan harga terjangkau.
Apa rahasianya? Menurut Mbah Sardi, penjual senggol legendaris, darah harus melalui proses perebusan dengan perlahan agar tidak pecah. “Kalau salah teknik, kuahnya jadi bergerindil, tidak halus,” ujarnya sambil mengaduk kuali besar di warungnya yang sederhana.
Kontroversi dan Kesehatan: Aman atau Tidak?
Meski lezat, kuliner darah kerap menuai pro kontra. Dari sisi kesehatan, darah kaya akan zat besi dan protein, namun risiko kontaminasi bakteri seperti Salmonella atau E. coli tetap ada jika proses pengolahannya tidak dengan benar. Dr. Fitriani, ahli gizi dari Universitas Gadjah Mada, menyarankan: “Pastikan proses memasak darah hingga matang dan berasal dari hewan yang sehat.”
Di sisi budaya, beberapa kelompok masyarakat masih menganggap darah sebagai bahan yang “kotor”. Namun, bagi komunitas yang mengonsumsinya, hidangan ini justru menjadi simbol penghargaan terhadap kehidupan hewan yang telah dikurbankan.
Di Mana Bisa Menikmati Kuliner Darah Terbaik?
- Saksang: Lapo Siantar di Medan atau Rumah Makan Batak di Pasar Santa, Jakarta.
- Lawar Merah: Warung Wardani di Denpasar atau saat upacara di Pura Besakih.
- Marus: Desa Tumbang Anoi di Kalimantan Tengah, biasanya hanya ada saat festival adat.
- Tutuhakan: Wakeke Restaurant di Manado atau pasar tradisional Tomohon.
- Senggol: Depot Senggol Mbah Sardi di Wonogiri atau festival kuliner Jogja.
Tradisi Kuliner Unik dari Generasi ke Generasi
5 Kuliner Darah yang Populer di Indonesia bukan sekadar daftar makanan—ini adalah cerita tentang keberanian, tradisi, dan kecerdasan lokal. Dari ritual adat Batak hingga kedai senggol di pinggir jalan, darah telah menjelma menjadi medium yang menyatukan manusia dengan alam, leluhur, dan sesama. Seperti kata pepatah Minang, “Darah boleh tertumpah, tapi rasa tetap melekat di lidah.” Jadi, siapkah Anda mencicipi keberanian dalam setiap suapannya?