Dari Makanan Raja Hingga Camilan Modern
Dari Meja Bangsawan Romawi ke Meja Rakyat Jelata
Melihat sejarah asal usul puding tak bisa lepas dari perjalanan panjangnya yang sudah ada sejak zaman Romawi Kuno. Saat itu, hidangan ini bernama placenta, bukan yang kita kenal sebagai organ tubuh, melainkan kue lapis dari tepung, madu, dan keju. Konon, placenta adalah hidangan mewah yang hanya ada untuk kalangan bangsawan. Tapi bagaimana puding berevolusi dari sajian elit menjadi camilan yang semua kalangan bisa menikmatinya? Mari telusuri kisahnya bersama Tradisi Kuliner!
Zaman Romawi: Cikal Bakal Puding Modern
Pada abad ke-1 M, seorang penulis Romawi bernama Apicius mencatat resep placenta dalam bukunya De Re Coquinaria. Hidangan ini dibuat dengan lapisan adonan tipis yang diisi campuran keju, madu, dan rempah, lalu dipanggang. Meski teksturnya lebih mirip kue, banyak yang menganggap placenta sebagai nenek moyang puding karena penggunaan bahan dasar susu dan teknik pengolahan yang rumit.
Abad Pertengahan: Puding sebagai Simbol Kelimpahan
Memasuki abad ke-12, puding mulai populer di Eropa, terutama Inggris. Saat itu, puding lebih mirip sosis manis! Bahan dasarnya adalah daging cincang, lemak hewan, buah kering, rempah, dan alkohol, yang dibungkus usus hewan lalu direbus. Puding jenis ini terkenal sebagai haggis di Skotlandia dan black pudding di Inggris. Uniknya, banyak yang menganggap puding sebagai hidangan istimewa yang penyajiannya sering ada saat perayaan Natal atau pesta kerajaan.
Pudding vs. Puding: Perbedaan Tekstur dan Teknik
Kata pudding sendiri berasal dari bahasa Prancis Kuno boudin, yang berarti “sosis kecil”. Namun, seiring waktu, teknik memasak puding berubah. Di abad ke-17, orang Inggris mulai membuat steamed pudding menggunakan campuran tepung, telur, dan buah, yang dikukus dalam kain atau wadah keramik. Teknik ini melahirkan varian ikonik seperti Christmas pudding yang legendaris.
Pudding Kolonial: Jejak Puding di Nusantara

Melihat sejarah asal usul puding di Indonesia tak lepas dari pengaruh kolonial Belanda. Pada abad ke-18, Belanda membawa resep puding susu dan karamel ke Hindia Timur. Namun, bahan seperti susu segar sulit untuk mendapatkannya, sehingga masyarakat lokal berinovasi dengan santan. Lahirlah puding santan atau coconut milk pudding, yang menjadi cikal bakal hidangan seperti es puding atau puding coklat kukus.
Puding dalam Tradisi Jawa: Simbol Kemakmuran
Di Jawa, puding diadaptasi menjadi jajan pasar yang sering disajikan dalam upacara adat. Contohnya, puding kacang hijau yang disajikan saat selamatan panen. Bahan lokal seperti gula jawa dan daun pandan memberi sentuhan khas Nusantara, menjadikan puding bukan sekadar camilan, tapi bagian dari identitas budaya.
Revolusi Industri: Puding Menjadi Camilan Massal
Pada abad ke-19, penemuan tepung maizena oleh Thomas Kingsford dan kemasan instan oleh perusahaan seperti Bird’s Custard mengubah puding menjadi hidangan praktis. Iklan di koran-koran Inggris menjanjikan “puding lezat dalam 5 menit”, membuatnya cepat populer di kalangan ibu rumah tangga.
Puding Instan: Dari Eropa ke Asia Tenggara
Di Indonesia, puding instan mulai masuk tahun 1970-an lewat merek seperti Hagendas dan Forever. Rasanya yang manis dan tekstur lembut cocok dengan selera masyarakat. Tak heran, puding instan menjadi andalan para ibu untuk hidangan penutup yang cepat saji.
Puding Modern: Inovasi Tanpa Batas
Melihat sejarah asal usul puding masa kini, inovasinya tak terhitung. Dari cheesecake pudding ala Jepang hingga chocolate lava pudding yang meleleh di mulut, puding telah menjelma jadi kanvas kreativitas koki dunia. Di Indonesia, varian seperti puding lapis cincau atau puding jagung menjadi bukti adaptasi yang tak lekang zaman.
Puding Kekinian: Fusion Food yang Mendunia
Restoran mewah kini menyajikan puding dengan sentuhan molecular gastronomy, seperti puding nitrogen cair yang berasap. Sementara di kaki lima, pedagang menyulap puding jadi es puding mangga atau puding kopi kekinian. Fenomena ini menunjukkan bahwa puding tetap relevan di segala zaman.
Filosofi Puding: Sederhana tapi Berkelas
Di balik lembutnya tekstur puding, tersimpan filosofi hidup: sesuatu yang sederhana bisa menjadi istimewa dengan sentuhan kreativitas. Seperti kata Julia Child, “A party without pudding is just a meeting”. Puding mengajarkan kita bahwa kebahagiaan seringkali datang dari hal-hal manis yang proses pembuatannya mudah.
Melihat Sejarah Asal Usul Puding: Jejak Manis yang Abadi
Dari placenta Romawi hingga puding santan di warung tepi jalan, melihat sejarah asal usul puding adalah napak tilas peradaban manusia. Setiap gigitannya bukan hanya tentang rasa, tapi juga cerita tentang inovasi, adaptasi, dan kecintaan pada hal-hal manis. Jadi, lain kali saat menikmati sepotong puding, ingatlah bahwa Anda sedang menyantap warisan budaya yang telah bertahan ribuan tahun!