Mengenal Kekayaan Kuliner Asli Indonesia yang Mendunia: Kisah Cita Rasa yang Harus Kita Pertahankan
Indonesia, negeri dengan ribuan pulau dan ratusan suku, menyimpan harta karun kuliner yang tak ternilai. Dari Sabang sampai Merauke, setiap daerah punya signature dish yang menggugah selera. Namun, di balik kelezatannya, ada kisah pilu: beberapa kuliner asli Indonesia yang menjadi kontroversi karena klaim dari negara tetangga. Rendang, soto, hingga batagor—semuanya pernah menjadi “korban” klaim sepihak. Artikel Tradisi Kuliner kali ini akan mengajak Anda menyelami sejarah, keunikan, dan perjuangan mempertahankan identitas kuliner Nusantara.

Rendang: Mahakarya Minang yang Mendapat Julukan “The Best Food in the World”
Asal-Usul Rendang dan Kontroversi Klaim Malaysia
Rendang—siapa yang tak kenal hidangan daging lembut berbumbu rempah ini? Masakan khas Minangkabau ini bahkan mendapat gelar sebagai “The Best Food in the World” oleh CNN Travel pada 2017. Namun, di balik ketenarannya, rendang pernah menjadi kontroversi akibat klaim dari Malaysia sebagai bagian dari kuliner Malaysia. Padahal, sejarah rendang sudah tercatat dalam naskah Melayu abad ke-16, seperti Hikayat Amir Hamzah, yang merujuk pada tradisi memasak masyarakat Minang.
Proses memasak rendang yang memakan waktu hingga 8 jam juga menjadi bukti autentisitasnya. Pengolahan bumbu dasar seperti cabe merah, lengkuas, dan santan menggunakan dengan teknik slow cooking hingga kering, metode yang lahir dari kebudayaan merantau orang Minang. Klaim Malaysia atas rendang mungkin muncul karena kemiripan nama dengan rendang daging di Negeri Jiran, tetapi versi aslinya tetap berasal dari ranah Minang.
Soto: Hidangan Berkuah yang Menyebar dari Jawa ke Seluruh Nusantara
Hidangan Soto Betawi vs Soto Singapura: Mana yang Lebih Tua?
Soto, hidangan berkuah dengan isian daging dan rempah, adalah salah satu kuliner asli Indonesia yang paling sering mendapat klaim dari negara tetangga. Singapura, misalnya, menyajikan Singaporean Soto Ayam dengan klaim sebagai hidangan lokal. Padahal, soto sudah ada di Jawa sejak abad ke-19, dengan varian seperti Soto Betawi (menggunakan santan) dan Soto Lamongan (kuah bening).
Menurut sejarawan kuliner, soto berkembang seiring migrasi masyarakat Jawa ke berbagai daerah, termasuk Singapura dan Malaysia. Namun, akar budayanya tetap berada di Indonesia. Soto Betawi, misalnya, menggunakan jeroan sapi dan santan kental, sehingga menjadikannya cita rasa yang khas dan sulit untuk kita temukan di versi negara lain.
Batagor: Jajanan Bandung yang Diklaim sebagai “Siomay” di Luar Negeri
Dari Bandung ke Malaysia: Perjalanan Batagor yang Tak Banyak Orang Ketahui
Batagor (bakso tahu goreng) adalah jajanan jalanan khas Bandung yang digemari karena teksturnya renyah di luar dan lembut di dalam. Namun, di Malaysia dan Singapura, batagor sering disebut sebagai fried siomay atau siomay goreng, seolah-olah itu varian dari hidangan Tionghoa.
Padahal, batagor lahir dari kreativitas pedagang Bandung pada 1960-an yang menggabungkan tahu dengan adonan ikan, lalu menggorengnya. Beda dengan siomay yang dikukus dan berasal dari Tiongkok. Saus kacang kental dengan kecap manis dan sambal adalah ciri khas batagor yang membedakannya dari versi luar.
Gudeg: Kelezatan Yogya yang Dikira Masakan Thailand
Perbedaan yang Mencolok antara Gudeg vs Kaeng Tai Pla
Gudeg, hidangan nangka muda dimasak dengan santan dan gula merah, adalah ikon kuliner Yogyakarta. Namun, beberapa restoran Thailand menyajikan Kaeng Tai Pla—kari ikan dengan nangka—sebagai “Thai-style gudeg”. Klaim ini mengaburkan asal-usul gudeg yang sudah ada sejak era Kerajaan Mataram abad ke-16.
Gudeg Yogya dimasak selama 12 jam dengan bumbu bawang merah, lengkuas, dan daun jati yang memberi warna cokelat alami. Sementara Kaeng Tai Pla lebih pedas dan menggunakan ikan fermentasi. Perbedaan rasa dan teknik ini membuktikan bahwa gudeg adalah kuliner asli Indonesia yang tak bisa disamakan dengan masakan lain.
Kerak Telor: Legenda Jakarta yang Diklaim sebagai “Omelet Singapura”
Kisah Kerak Telor dari Masa Kolonial
Kerak telor, yang merupakan makanan tradisional Betawi, justru turis asing sering menganggapnya sebagai Singaporean omelet. Padahal, hidangan ini sudah ada sejak abad ke-18, dan banyak ada di sekitar Kota Tua Jakarta. Kerak telor terbuat dari beras ketan, telur, dan kelapa sangrai, yang proses memasaknya di atas tungku tanah liat.
Klaim serupa muncul di Malaysia dengan sebutan telur goyang, meski bahan dan cara penyajiannya berbeda. Penyajian Kerak telor Betawi selalu dengan serundeng dan bumbu cabai, sementara versi Malaysia lebih sederhana.
Lempeng: Kue Tradisional Sumatera yang Mirip “Roti Jala” Malaysia
Perdebatan yang Tak Pernah Usai: Lempeng vs Roti Jala
Lempeng, kue tipis dari tepung beras dan santan, adalah camilan khas Sumatera Selatan. Namun, bentuknya yang mirip roti jala (jaring) Malaysia membuat banyak orang mengira ini adalah masakan Melayu. Padahal, lempeng sudah menjadi bagian dari ritual adat Sumatera sejak ratusan tahun lalu, seperti dalam upacara sedekah bumi.
Perbedaannya terletak pada bahan: lempeng menggunakan tepung beras dan proses memasaknya itu tanpa cetakan, sementara roti jala Malaysia memakai tepung terigu dan alat khusus untuk membentuk jaring.
Pempek: Ikon Palembang yang Diklaim sebagai “Otak-Otak” Singapura
Perang Cita Rasa Ikan Tenggiri antara Pempek vs Otak-Otak
Pempek, olahan ikan tenggiri dan sagu khas Palembang, sering disamakan dengan otak-otak Singapura. Padahal, keduanya jelas berbeda. Pempek memiliki tekstur kenyal dan penyajiannya dengan cuko (saus cuka pedas), sementara otak-otak lebih lembut dan terbungkus daun pisang.
Sejarah pempek sendiri terkait erat dengan budaya Sungai Musi. Konon, hidangan ini tercipta dari pedagang Tionghoa di abad ke-16 yang memadukan ikan sungai dengan sagu. Sementara otak-otak tercipta dari pengaruh kuliner Peranakan.
Cendol: Minuman Jawa yang Diklaim sebagai “Es Kacang” Malaysia
Es Cendol vs Ais Kacang: Pertarungan Rasa di Gelas
Cendol, minuman manis dengan cincangan hijau dari tepung beras, adalah legenda kuliner Jawa. Namun, Malaysia menyajikan ais kacang—es serut dengan kacang merah dan sirup—sebagai varian cendol. Padahal, cendol asli Indonesia menggunakan santan dan gula merah cair, sementara ais kacang lebih mirip es campur.
Nama cendol sudah ada dalam prasasti Jawa kuno sebagai bagian dari persembahan ritual. Sementara ais kacang baru populer di Malaysia pada era kolonial.
Perjuangan Mempertahankan Kuliner Asli Indonesia
Peran Pemerintah dan Masyarakat dalam Melindungi Warisan Kuliner
Klaim sepihak oleh negara tetangga bukan hanya soal makanan, tapi juga identitas budaya. Pemerintah Indonesia telah mendaftarkan beberapa hidangan sebagai Warisan Budaya Tak Benda UNESCO, seperti rendang dan nasi tumpeng. Namun, peran masyarakat juga penting: dengan bangga menyajikan resep turun-temurun dan memperkenalkannya ke dunia.
Penutup: Jaga Eksistensi Kuliner Asli Indonesia di Mata Dunia
Beberapa kuliner asli Indonesia yang mendapat klaim sepihak oleh negara tetangga adalah pengingat bahwa kita harus selalu melindungi kekayaan budaya kita. Dari rendang Minang hingga cendol Jawa, setiap hidangan punya cerita dan filosofi yang dalam. Mari terus merayakan keanekaragaman kuliner Nusantara—karena di balik setiap gigitan, ada warisan leluhur yang patut kita banggakan.