Tradisikuliner.com – Batagor — akronim dari Bakso Tahu Goreng — mungkin terdengar seperti sekadar jajanan kaki lima yang biasa kita temui di pinggir jalan Bandung. Tapi di balik kesederhanaannya menyimpan filosofi yang dalam tentang kehidupan, kreativitas, dan identitas budaya Indonesia. Makanan ini bukan hanya soal rasa, melainkan juga refleksi dari perjalanan sejarah, adaptasi, dan semangat gotong royong.
Asal-Usul Batagor: Adaptasi yang Jenius
Batagor lahir dari kreativitas pedagang Tionghoa di Bandung pada awal abad ke-20. Terinspirasi dari dim sum khas China seperti siomay, para perantau ini memodifikasi resep agar sesuai dengan bahan lokal dan lidah masyarakat Sunda. Tepung sagu menggantikan tepung gandum, ikan tenggiri menggantikan daging babi, dan saus kacang menggantikan saus asam manis.
Dari sinilah filosofi pertama muncul: adaptasi adalah kunci kelangsungan hidup. Seperti batagor yang berevolusi dari budaya asing menjadi ikon kuliner lokal, manusia pun bisa berkembang dengan menyerap nilai baru tanpa kehilangan jati diri.

Kesederhanaan yang Mengikat
Dilihat dari komposisinya terdiri dari bahan-bahan yang terjangkau: tahu, adonan ikan, tepung, dan saus kacang. Namun kombinasi sederhana ini justru melahirkan rasa yang kompleks dan memuaskan. Inilah filosofi kedua: kesederhanaan tak berarti miskin makna.
Batagor mengajarkan kita bahwa sesuatu yang terlihat biasa bisa menjadi luar biasa ketika dibuat dengan ketulusan. Seperti tangan pedagang kaki lima yang menggoreng dengan sabar, setiap batagor menyimpan cerita kerja keras dan dedikasi.
Harmoni dalam Keragaman
Satu porsi biasanya terdiri dari tahu goreng isi adonan ikan, siomay, kadang ditambah kol atau kentang rebus, dan tentu saja siraman saus kacang kental dengan perasan jeruk limau. Aneka elemen ini berpadu membentuk rasa yang harmonis.
Ini mencerminkan filosofi Indonesia: “Bhinneka Tunggal Ika”, berbeda-beda tapi tetap satu. Batagor bukan sekadar camilan, melainkan miniatur keragaman budaya yang hidup berdampingan dan saling melengkapi.
Simbol Perjuangan dan Keberanian
Di balik kisah sukses tersimpan juga perjuangan para pelaku UMKM kuliner yang bertahan di tengah arus modernisasi dan kompetisi global. Mereka yang menjajakan batagor di trotoar atau dengan gerobak dorong adalah simbol keberanian menghadapi tantangan ekonomi.
Filosofinya jelas: bertahan hidup bukan tentang menjadi yang paling besar, tapi menjadi yang paling gigih.

Batagor dan Identitas Kota
Wisatawan dari seluruh Indonesia bahkan luar negeri seringkali mencantumkan sebagai “wajib coba” saat berkunjung ke kota kembang. Lebih dari sekadar makanan adalah identitas budaya.
Penutup: Belajar dari Batagor
Di tengah gempuran makanan modern dan tren kuliner global tetap bertahan. Kesederhanaannya justru menjadi kekuatan. Batagor mengajarkan kita banyak hal — tentang adaptasi, kesederhanaan, harmoni, perjuangan, dan identitas.
Jadi, lain kali saat kamu menyantap sepiring batagor hangat dengan saus kacang pedas manis, ingatlah: kamu tidak hanya menikmati camilan, tapi juga menyerap filosofi kehidupan yang dikemas dalam balutan adonan tahu goreng.