Tradisikuliner.com – Jakarta dikenal sebagai kota yang tak pernah tidur, dan salah satu bukti nyatanya ada di Tikungan Blok M. Di sinilah berdiri fenomena kuliner malam yang sudah melegenda: Gultik, alias Gulai Tikungan. Meski hanya warung tenda kaki lima, Gultik Blok M punya magnet kuat yang bikin orang rela antre, bahkan di tengah malam sekalipun.

Tapi apa sebenarnya yang membuat Gultik begitu digemari? Apakah hanya karena murah? Atau ada rahasia lain yang membuatnya begitu melekat di hati para pencinta kuliner malam ibu kota?

Asal Usul Nama “Gultik” yang Ikonik

Nama “Gultik” berasal dari singkatan Gulai Tikungan, merujuk pada lokasi berjualan para pedagang gulai yang berjejer di tikungan Jalan Mahakam, tepat di sebelah Blok M Plaza. Awalnya hanya satu-dua gerobak kecil yang buka malam hari, melayani para pengunjung klub dan anak muda yang nongkrong.

gultik blok m

Namun karena rasanya yang menggoda dan harganya yang bersahabat, Gultik berkembang menjadi barisan warung tenda yang kini menjadi destinasi wajib buat siapa saja yang ingin merasakan suasana malam Jakarta yang autentik.

Porsi Mini, Rasa Maksimal

Salah satu ciri khas Gultik adalah porsi nasi dan gulai yang kecil — tapi jangan salah, meski kecil, rasanya besar! Sepiring nasi hangat disiram gulai sapi berkuah kuning kental, ditambah irisan daging, kerupuk, dan sambal. Banyak yang bilang, satu porsi nggak cukup. Dan memang begitulah cara Gultik “menjebak” pembelinya — kamu akan ketagihan, minimal ambil dua!

Uniknya, porsi kecil ini justru jadi strategi yang sukses. Konsumen bisa menyesuaikan porsi dengan budget dan selera. Mau makan banyak? Tinggal tambah. Mau hemat? Cukup satu piring. Fleksibel dan memanjakan semua kalangan.

Harga Bersahabat di Tengah Jakarta Selatan

Dengan harga mulai dari Rp10.000–Rp15.000 per porsi, Gultik jadi jawaban untuk siapa saja yang ingin makan enak tanpa harus merogoh kocek dalam-dalam. Di tengah mahalnya kuliner kota besar, Gultik adalah simbol perlawanan terhadap inflasi perut tengah malam.

Tak heran jika pengunjungnya datang dari beragam latar belakang: mahasiswa, pekerja kantoran, driver ojol, hingga selebritas yang ingin makan santai tanpa protokol.

Lebih dari Sekadar Makan: Sebuah Pengalaman Sosial

Yang membuat Gultik Blok M lebih dari sekadar tempat makan adalah pengalaman sosialnya. Kamu akan duduk di kursi plastik berjejer, berdampingan dengan orang asing, dikelilingi obrolan ringan dan suara lalu lintas kota.

gultik

Konsisten Tanpa Gimmick

Salah satu alasan Gultik tetap eksis hingga sekarang adalah konsistensi rasa dan konsep. Tanpa desain Instagramable, tanpa kemasan estetik, Gultik tetap ramai. Mereka tak menjual gimmick, mereka menjual kenyataan rasa.

Sementara restoran kekinian berlomba-lomba menciptakan tren viral, Gultik tetap setia pada identitasnya: sederhana, cepat saji, murah, dan lezat.

Gultik di Era Digital

Meski sederhana, Gultik tidak tertinggal zaman. Kini, sebagian pedagang Gultik sudah masuk platform ojek online dan media sosial. Tapi menariknya, keaslian dan suasana makan langsung di tempat masih jadi pilihan utama.

Penutup: Gultik, Warisan Rasa Jalanan Jakarta

Di tengah hiruk-pikuk ibu kota yang penuh kompetisi, Gultik hadir sebagai penyeimbang — sederhana tapi kuat. Bagi banyak orang, Gultik bukan hanya soal perut kenyang, tapi tentang pengalaman makan yang jujur, tanpa kepura-puraan.

By kuliner

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *