Tradisikuliner.com – Indonesia kaya akan warisan kuliner yang tersembunyi di berbagai pelosok daerah, dan salah satu permata dari Kalimantan Selatan adalah Kue Lam. Kue tradisional khas Banjar ini mungkin belum sepopuler kue lapis legit atau klepon di kancah nasional, namun keunikan rasa, tekstur, dan sejarahnya menjadikan sebagai kuliner otentik yang layak mendapatkan sorotan lebih.
Jejak Sejarah Kue Lam: Dari Dapur Kerajaan ke Meja Rakyat
Di percaya telah ada sejak masa Kesultanan Banjar, dan dulu sering disajikan dalam acara penting seperti pernikahan, selamatan, hingga perayaan keagamaan. Kata “Lam” sendiri berasal dari bahasa Banjar yang berarti lapis atau susun, merujuk pada struktur khas kue ini yang berlapis-lapis dan membutuhkan ketelatenan tinggi saat proses pembuatannya.
Berbeda dengan kue lapis biasa, Kue Lam dibuat tanpa bahan pengembang dan dimasak secara perlahan dengan teknik kukus berlapis. Masyarakat Banjar zaman dahulu menyebut proses ini sebagai “mamalihâ€, yaitu memasak dengan hati-hati dan sabar — mencerminkan filosofi hidup yang tertanam dalam budaya Banjar: kesabaran, ketekunan, dan keharmonisan.

Resep Asli Kue Lam: Rahasia di Balik Rasa
Bahan utama cukup sederhana namun penuh makna: tepung beras, gula merah, santan kental, dan rempah-rempah seperti kayu manis dan cengkeh. Sebagian keluarga juga menambahkan sedikit vanili alami atau daun pandan untuk memperkaya aroma.
Berikut gambaran resep tradisional Kue Lam khas Banjar:
Bahan-bahan:
- 500 gram tepung beras
- 300 ml santan kental
- 250 gram gula merah, serut halus
- 100 gram gula pasir
- 2 lembar daun pandan
- 1 sdt kayu manis bubuk
- Sejumput garam
Langkah-langkah:
- Rebus santan dengan daun pandan, gula merah, dan gula pasir hingga larut. Dinginkan.
- Campurkan tepung beras dengan sedikit garam, lalu tuang larutan santan secara perlahan sambil diaduk hingga adonan licin dan tidak menggumpal.
- Siapkan loyang, olesi minyak tipis. Kukus adonan lapis demi lapis, masing-masing sekitar 5 menit. Ulangi hingga adonan habis.
- Dinginkan, lalu potong sesuai selera. Kue Lam siap disajikan!
Proses pengukusan yang berulang ini bukan sekadar teknik memasak — ia menjadi ritual kecil penuh makna, yang menuntut kesabaran dan konsistensi, mencerminkan karakter masyarakat Banjar yang dikenal ramah dan bersahaja.
Keunikan Kue Lam: Tekstur, Warna, dan Simbol Budaya
Yang membuat berbeda adalah teksturnya yang kenyal lembut namun padat, serta aroma legit dari gula merah yang berpadu dengan harum santan dan rempah. Warna kecokelatan khasnya tampak sederhana, namun menyimpan rasa yang kaya dan mendalam — sering kali membuat orang yang mencobanya pertama kali langsung jatuh cinta.
Beberapa varian modern dari Kue Lam kini mulai bermunculan dengan inovasi warna, seperti tambahan daun suji untuk warna hijau alami, atau campuran cokelat bubuk untuk rasa yang lebih kekinian. Namun, versi klasik tetap menjadi favorit karena menghadirkan rasa nostalgia dan autentisitas lokal.

Kue Lam di Era Modern: Dari Warung ke Dunia Digital
Di tengah arus modernisasi, Kue Lam mulai bangkit sebagai identitas kuliner Banjar. Banyak UMKM lokal memproduksi dalam kemasan yang menarik untuk pasar luar Kalimantan. Bahkan, beberapa toko oleh-oleh khas Banjarmasin kini menyediakan versi vakum-packed yang bisa tahan lebih lama tanpa pengawet. Upaya pelestarian ini penting agar kue tradisional tak tenggelam di tengah gempuran makanan instan.
Kesimpulan
Bukan hanya sekadar camilan — ia adalah warisan budaya, sejarah, dan simbol dari semangat masyarakat Banjar. Dengan bahan alami, proses masak penuh kesabaran, serta cita rasa autentik yang tak lekang oleh waktu, pantas mendapatkan tempat di hati para pencinta kuliner tradisional Indonesia.
Jika Anda berkesempatan mengunjungi Kalimantan Selatan atau melihat Kue Lam dijual secara daring, jangan ragu untuk mencobanya. Rasanya akan membawa Anda dalam perjalanan rasa yang berbeda — dari dapur kerajaan masa lalu hingga meja makan masa kini.