Tradisikuliner.com – Ketika berbicara tentang kuliner Asia, mungkin kita langsung teringat dengan dim sum Tiongkok atau gyoza Jepang. Namun, di Mongolia ada satu hidangan yang tak kalah populer dan memiliki makna budaya mendalam, yaitu Buuz. Pangsit kukus berisi daging ini bukan hanya makanan sehari-hari, melainkan juga simbol tradisi dan kebersamaan dalam masyarakat Mongolia.
Asal Usul Buuz dalam Budaya Mongolia
Mongolia dikenal sebagai negeri padang rumput yang luas dengan tradisi penggembalaan yang kuat. Tidak heran jika makanan khas mereka banyak berbasis daging, terutama daging sapi, domba, dan kambing. Buuz muncul sebagai bentuk adaptasi masyarakat Mongolia terhadap iklim dingin serta gaya hidup nomaden.
Sejarah mencatat bahwa pengaruh Tiongkok pada masa lalu turut membentuk kuliner Mongolia, termasuk Buuz yang sekilas mirip dengan dumpling Tiongkok. Namun, seiring berjalannya waktu, berkembang dengan cita rasa dan teknik tersendiri yang membedakannya. Kini menjadi identitas kuliner Mongolia yang tak tergantikan.

Bahan Dasar dan Ciri Khas Buuz
Secara sederhana, Buuz adalah pangsit kukus dengan isian daging. Namun, yang membuatnya unik adalah bahan dan cara penyajiannya.
Adonan kulit dibuat dari campuran tepung terigu dan air, lalu digilas tipis menjadi lingkaran. Isiannya umumnya berupa daging domba atau sapi cincang yang dicampur dengan bawang, bawang putih, garam, dan lada hitam. Beberapa versi menambahkan rempah lokal untuk memperkaya aroma. Ciri khas Buuz adalah bentuk lipatannya.
Buuz dalam Perayaan Tsagaan Sar
Pada momen ini, hampir setiap rumah di Mongolia membuat Buuz dalam jumlah besar sebagai simbol keberuntungan dan kemakmuran. Setiap orang memiliki peran, mulai dari menyiapkan adonan, menggiling daging, hingga membentuk pangsit. Aktivitas ini tidak hanya soal memasak, tetapi juga melestarikan tradisi dan mempererat hubungan antaranggota keluarga. Kehadirannya menjadi tanda kebahagiaan dan rasa syukur dalam menyambut tahun baru.
Variasi Buuz di Mongolia
Walaupun resep klasik tetap jadi favorit, Buuz memiliki beberapa variasi tergantung daerah dan selera:
- Isi sayuran – meski jarang, beberapa keluarga menambahkan kubis atau wortel untuk campuran isian.
- Goreng (Khuushuur) – versi berbeda yang digoreng garing, populer sebagai street food.
- Besar – pangsit dengan ukuran lebih jumbo yang disajikan saat acara khusus.
Keberagaman ini menunjukkan fleksibilitas Buuz dalam beradaptasi, sekaligus menegaskan perannya sebagai hidangan yang dekat dengan masyarakat.

Buuz di Mata Dunia
Wisatawan yang berkunjung ke Ulaanbaatar hampir selalu mencantumkan Buuz dalam daftar kuliner wajib coba. Selain kelezatannya, Buuz juga menyimpan nilai budaya yang membuatnya menarik bagi pecinta kuliner internasional. Banyak yang menyebut sebagai “jendela” untuk memahami kehidupan masyarakat Mongolia—sederhana, hangat, dan penuh kebersamaan.
Kesimpulan
Buuz bukan sekadar pangsit kukus, melainkan sebuah warisan kuliner yang mencerminkan identitas Mongolia. Dari bahan sederhana seperti tepung, daging domba, dan bumbu minimalis, lahirlah hidangan yang menghangatkan tubuh sekaligus hati.
Sebagai makanan wajib saat Tsagaan Sar, Buuz menjadi simbol persaudaraan, harapan, dan keberkahan di tahun yang baru. Kehadirannya tidak hanya memenuhi perut, tetapi juga memperkaya makna budaya Mongolia.