Tradisikuliner.com – Kota Solo dikenal sebagai salah satu pusat budaya Jawa yang masih menjaga tradisi, termasuk dalam hal kuliner. Di balik popularitas serabi, timlo, dan tengkleng, Solo menyimpan kekayaan jajanan pasar yang tak kalah menarik, salah satunya adalah Lenjongan. Jajanan tradisional khas Solo ini bukan sekadar makanan ringan, melainkan representasi dari kesederhanaan, kebersamaan, dan kehalusan rasa yang menjadi ciri khas masyarakat Jawa.
Asal-Usul Lenjongan dalam Tradisi Jawa
Nama Lenjongan berasal dari kebiasaan menyajikan berbagai jenis kue dalam satu tampah atau pincuk daun pisang. Kehadirannya menjadi penanda waktu santai, saat orang-orang menikmati jeda dari aktivitas harian.
Lenjongan juga kerap muncul dalam acara adat, selamatan, atau hajatan keluarga. Keberagaman kue dalam satu sajian mencerminkan filosofi hidup orang Jawa yang menjunjung keseimbangan dan kebersamaan.
Ragam Kue dalam Sajian Lenjongan
Keunikan Lenjongan terletak pada isiannya. Dalam satu porsi, biasanya terdapat beberapa jenis kue tradisional seperti tiwul, cenil, gendar, ketan hitam, dan grontol.
Cenil memberikan tekstur kenyal dengan rasa manis ringan, sementara tiwul menawarkan sensasi lembut dan mengenyangkan. Gendar menghadirkan rasa gurih, sedangkan ketan hitam memberikan kedalaman rasa dengan aroma khasnya. Grontol dari jagung rebus menambah variasi tekstur yang unik.
Kesederhanaan yang Menyimpan Kenikmatan
Meski terbuat dari bahan sederhana, Lenjongan menawarkan pengalaman rasa yang kompleks. Perpaduan manis, gurih, dan tekstur yang beragam membuat setiap suapan terasa berbeda. Tidak ada rasa yang terlalu dominan, semuanya hadir seimbang dan lembut di lidah.
Banyak orang Solo yang mengaitkan Lenjongan dengan kenangan masa kecil—saat menunggu pedagang lewat sambil membawa tampah besar penuh jajanan tradisional.
Proses Pembuatan yang Tetap Tradisional
Singkong dikukus lalu diolah menjadi tiwul atau cenil, ketan dimasak perlahan hingga pulen, dan kelapa diparut segar setiap hari. Proses ini membutuhkan ketelatenan dan pengalaman agar tekstur dan rasa tetap konsisten. Semua proses ini mencerminkan nilai kesabaran dan perhatian terhadap detail yang menjadi ciri khas kuliner Jawa.
Lenjongan di Tengah Arus Modernisasi
Jajanan ini masih bertahan di pasar tradisional dan beberapa sudut kampung di Solo. Lenjongan kini tidak hanya dipandang sebagai jajanan lawas, tetapi juga sebagai identitas kuliner yang bernilai budaya tinggi. Banyak generasi muda mulai kembali melirik jajanan tradisional ini sebagai bentuk apresiasi terhadap warisan leluhur.
Penutup: Warisan Rasa yang Layak Dijaga
Lenjongan adalah bukti bahwa kuliner tradisional tidak pernah kehilangan pesonanya. Dengan ragam kue dalam satu sajian, jajanan khas Solo ini menghadirkan kehangatan, kebersamaan, dan rasa autentik yang sulit ditandingi makanan modern.
Menikmati Lenjongan berarti menikmati sejarah, budaya, dan filosofi hidup masyarakat Jawa dalam satu pincuk sederhana.
